Skip to main content

Sistem Penanggulangan Bencana di MRT Jakarta

Image
seismograf
Petugas MRT Jakarta sedang melakukan monitoring berkala terhadap seismograf yang ada di gardu induk. Foto oleh PT MRT Jakarta (Perseroda)/Dio.

MRT Jakarta telah menyiapkan serangkaian upaya dan tindakan sebelum terjadinya kondisi kedaruratan. Kesiapsiagaan ini bertujuan untuk mengurangi risiko, meminimalkan dampak, dan memastikan respons yang efektif saat terjadinya bencana. Oleh karena itu, MRT Jakarta mengoptimalkan teknologi pemantauan dan pengawasan yang menyediakan informasi terkait intensitas dan curah hujan, kecepatan angin, ketinggian permukaan air, hingga guncangan gempa bumi.

“Saat ini, sistem kesiapsiagaan yang dimiliki oleh MRT Jakarta ditujuan untuk pengoperasian lin utara selatan Lebak Bulus hingga Bundaran HI yang telah beroperasi sejak Maret 2019,” ungkap Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta (Perseroda) Mega Tarigan. “Sistemnya sendiri mempunyai alat ukur berupa sensor, yaitu rain gauge untuk mengukur intensitas curah hujan. Alat ini terdapat di seluruh stasiun layang MRT Jakarta,” tambahnya.

Berikutnya, lanjut Mega, MRT Jakarta juga menggunakan anemometer atau alat ukur kecepatan angin yang ditempatkan di Stasiun Fatmawati Indomaret sebagai stasiun layang tertinggi yang letaknya di atas tol lingkar luar Jakarta. “Lalu, kita ada seismograf, sebagai pengukur guncangan tanah akibat gempa bumi, yang kami tempatkan di Depo Lebak Bulus dan gardu induk MRT Jakarta,” lanjutnya. “Di luar ketiga alat tersebut, MRT Jakarta juga memiliki alat ukur indikator ketinggian permukaan air yang ditempat di Kali Ciliwung karena berdekatan dengan Stasiun Dukuh Atas BNI dan Kali Krukut di dekat Stasiun Bendungan Hilir,” jelasnya.

Lebih jauh lagi, terkait kesiapsiagaan terhadap kondisi kedaruratan yang diakibatkan oleh bencana hidrometeorologi, PT MRT Jakarta (Perseroda) menjalin kerja sama erat dengan Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) yang mencakup tiga hal penting, yaitu penyediaan layanan informasi prakiraan cuaca, gempa bumi, dan kualitas udara Jakarta di operation control center (OCC) dan seluruh stasiun MRT Jakarta; pengkalibrasian seluruh alat sensor yang dimiliki oleh MRT Jakarta; dan pelatihan atau edukasi terhadap sumber daya manusia terkait di MRT Jakarta.

Image
kalibrasi
Petugas BMKG sedang melakukan kalibrasi alat ukur ketinggian permukaan air di Kali Krukut yang berdekatan dengan Stasiun Dukuh Atas BNI. Foto oleh PT MRT Jakarta (Perseroda)/Nasrullah.

Kesiapsiagaan Sumber Daya Manusia dan Prasarana

Selain penyediaan peralatan tersebut, lanjut Mega, PT MRT Jakarta (Perseroda) telah memiliki prosedur standar operasi (standard operation procedures) terkait kondisi kedaruratan. MRT Jakarta juga senantiasa menyiagakan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia.

“Kegiatan simulasi kondisi kedaruratan seperti gempa bumi, kebakaran, atau banjir, rutin dilaksanakan di stasiun maupun depo. Kami bahkan mengikutsertakan pihak dan stakeholder terkait seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Dinas Kebakaran dan Penyelamatan dalam kegiatan-kegiatan simulasi yang kami laksanakan,” ujarnya.

Mega menambahkan bahwa simulasi juga dilakukan baik berupa table top exercise untuk mengetahui pemahaman teori maupun uji coba langsung di stasiun. “Di setiap stasiun MRT Jakarta, seluruh petugas telah memahami tugas dan tanggung jawabnya saat kondisi kedaruratan,” tegasnya. “Keselamatan petugas dan penumpang merupakan prioritas MRT Jakarta saat terjadi situasi kedaruratan di wilayah MRT Jakarta,” pungkasnya.   

Selain itu, prasarana atau stasiun dan terowongan MRT Jakarta juga dibangun menggunakan dua pendekatan seismik, yaitu operational design earthquake (ODE) dan maximum design earthquake (MDE). Tim pemeliharaan pun senantiasa memastikan kondisi infrastruktur MRT Jakarta selalu dalam kondisi aman dan layak beroperasi.

Membangun Kesadaran “Bencana” Sehari-hari

Kehadiran MRT Jakarta telah menjadi harapan baru penanggulangan “bencana” kemacetan yang menimbulkan kerugian hingga Rp100 triliun per tahun di Jakarta. Kerugian ini didominasi oleh potensi kerugian kesehatan akibat polusi, kerugian waktu perjalanan, hingga biaya operasional kendaraan pribadi.

Sudah saatnya setiap individu bencana tidak lagi lekat dengan dampak dari fenomena hidrometeorologi seperti gempa bumi atau banjir. Kemacetan dari masifnya penggunaan kendaraan pribadi menyebabkan lepasan emisi gas rumah kaca menjadi ancaman panjang tanpa henti dan bencana bagi masa depan lingkungan dan kehidupan manusia.

Oleh karena itu, MRT Jakarta sebagai backbones sistem transportasi publik modern di Jakarta sangat mendorong integrasi antarmoda dan penyediaan sistem transportasi umum yang aman dan nyaman, begitu juga dengan kawasan di sekitar stasiun dan area transitnya sehingga masyarakat menjadikan transportasi publik sebagai moda transportasi sehari-hari.